Agama
Lonte Lebih Indah dari Agama Kiyai, Pendeta, dan Sejenisnya
Oleh: Busri MTR
Sebagai Redaktur Pelasana Di LPM Retorika
Manusia merupakan makhluk sosial yang masih membutuhkan pada manusia yang lain dan
dengan hal itu tentunya manusia lahir kedunia hanya untuk menjadi pelengkap
bagi yang lain, namun karena adanya berbagai perbedaan yang hadir
ditengah-tengah sosial maka sifat ke Aku-an itu datang, dalam artian sifat ke
Aku-an ini, jika masih tetap
tertanam dalam setiap pribadi manusia akan tumbuh menjadi Ego yang hal tersebut
hanya menjadikan manusia sebagai pribadi yang memiliki sifat ingin menang
sendiri. Tak dapat dipungkiri keinginan untuk mejadi manusia yang paling benar
kerap kali dimiliki oleh setiap individu, namun hal tersebut hanya akan
menimbulkan pertikaian jika dalam diri manusia tidak didampingi oleh rasa
sosialisme yang tinggi. Oleh sebab itu perlu adanya kesadaran diri agar
kemaslahatan mampu terjalin ditengah-tengah sosial. Pemicu adanya pertikaian
sosial yaitu salah satunya adalah teori pembodohan yang dicekokan pada masyarakat
yang kurang mampu memahami dalam hal pendidikan sehingga mudah terpengaruh oleh
ajaran yang tidak jelas tujuannya, sama halnya dengan pendapat salah satu
ilmuan, Ivan Illich dia mengatakan bahwa
ada hal yang lebih jahat dari manusia
yang membakar hutan, yaitu membakar pikiran, dalam hal ini Ivan Illich
mengutarakan asumsinya bahwa perbuatan jahat yang dilakukan secara fisik oleh
manusia belum mampu terkategorikan sebagai perbuatan yang sangat keji,
melainkan perbuatan keji yang lebih parah dari semua itu adalah adanya
pembakaran pikiran dengan memberi teori pembodohan, mengadu domba satu sama
lain dan berbagai hal sejenisnya.
Manusia adalah
makhluk yang notabenenya berketuhanan atau beragama, maka tentu telah dipahami
bahwa dalam setiap agama tidak mungkin mengajarkan kejahatan pada setiap
pengikutnya. Namun akhir-akhir ini tidak sedikit orang yang dengan mudahnya
menggadaikan nama tuhannya untuk bertarung ditengah sosial, entah dalam hal
politik ataupun yang lainnya. Seringkali dapat kita jumpai isu yang marak
terjadi belakangan ini bahwa banyak terjadi problematika kehidupan seperti
teror yang seakan berlatar belakang agama, dalam hal ini biasanya selalu
dikaitkan dengan kata jihad yang didampingi dengan iming-iming surga, padahal
tujuan adanya agama tidak lain hanya untuk sebuah kerukunan sosial. Seperti
pendapat yang pernah diutarakan oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj. MA. bahwa
agama apapun yang diturunkan oleh Tuhan sebenarnya untuk memperkuat hubungan
yang harmonis diantara kita semua sebagai manusia, dan percuma adanya sebuah
agama jika tidak mengajarkan keharmonisan dalam bermasyarakat.
Kekerasan
merupakan tindakan yang merugikan terhadap orang lain, dan seperti apapun motif
kekerasan itu tetap saja dikatakan sebagai tindakan yang menyakiti dan
merugikan terhadap orang lain. Seperti halnya kekerasan yang sering terjadi di
daerah Madura dan dapat diakui sebagai budaya, mungkin bagi orang Madura
sendiri sudah bukan merupakan sesuatu yang asing lagi jika dihadapkan dengan
kekerasan yang selalu disebut Carok, namun meskipun tindak kekerasan itu
dapat dikatakan budaya tapi tetap saja dikategorikan sebagai hal yang merugikan
terhadap orang lain. Study tentang kekerasan yang khususnya terjadi di daerah
Madura ini telah dikaji dalam bukunya Dr. A. Latief Wiyata (2013:9) “kekerasan
merupakan tindakan untuk menyakiti orang lain sehingga menyebabkan luka-luka
atau mengalami kesakitan, dan penggunaan kekuatan fisik yang tidak lazim
walaupun dalam suatu kebudayaan. Jadi dari beberapa kajian tersebut dapat
dipahami bahwa seperti apapun motif kekerasan dan untuk apapun tujuannya maka
tetap saja hal itu tidak baik, walaupun berlatar belakang agama, politik,
budaya, dan yang lainnya. Oleh sebab itu maka sudah jelas bahwa tindakan yang
merugikan orang atau kelompok lain seperti isu yang mencuat akhir-akhir ini,
dan hal itu dapat dikategorikan tindakan teror karena berakibat keresahan.
Diera abad
ke-21 pada saat sekarang ini pola penyerangan seorang penjajah tak lagi dengan
senjata, akan tetapi mereka banyak berperang dengan cara mengkonstruk paradigma
masyarakat dengan teori pembodohan. Salah satu ilmuan, Paulo Prier mengatakan
jika perpolitikan sudah turun pada ranah pendidikan maka pendidikan akan
rendah, jadi dari hal tersebut sudah dapat dipastikan bahwa diera saat ini
seringkali masyarakat yang masih kurang mampu untuk memahami problematika yang
sebenarnya maka tanpa disadari pula mereka akan menjadi mangsa yang
dimanfaatkan bagi para pemain politik. Bahkan seringkali terjadi
penjastisifiksian pada seorang pelacur, dengan mudah kalangan sosial selalu
menganggap bahwa seorang pelacur tidak beragama karena mereka dianggap tidak
pernah memperhitungkan ajaran tentang ketuhanan, padahal paradigma ini ditolak
dalam tulisannya Prof. Dr. Nur Syam, M. Si, beliau mengatakan bahwa seringkali
pelacur dikenal sebagai perempuan malam atau perempuan nakal yang seakan selalu
dipandang tak pernah kenal dengan tuhan, padahal mereka juga manusia biasa yang
masih membutuhkan tuhan dalam kerohaniannya, (Agama Pelacur:2010:1-11).
Dari beberapa
pendapat yang diutarakan oleh para ilmuan dapat dipastikan bahwa tak ada
satupun manusia yang tak mengakui akan keadaan tuhan, akan tetapi tidak juga
harus membawa nama tuhan ditengah kericuhan walaupun dalam bukunya Karen
Amstrong juga dituliskan, sesuatu yang beraroma agama memang selalu terlihat
berlatar belakang kekerasan bahkan dari Yunani kuno sampai saat ini pemikiran
tentang hal tersebut memang sangat sulit sekali untuk ditepis, akan tetapi
dapat diketahui pula bahwa tak ada ajaran agama yang mengajarkan tentang
kekerasan, dan dari hal tersebut tujuan sebuah agama tak lain hanya untuk
menemukan sebuah ketenangan bukan sebuah kericuhan, maka dari itu perlu adanya
sebuah pemahaman yang jelas agar semua isu yang ada tidak menjadi pendorong adanya
kericuhan sosial, bahkan jika agama seorang kiyai, pastur, pendeta, dan yang
lainnya masih tetap saja memicu adanya kekerasan maka perlu dipertanyakan
keagamaannya, dan sudah dapat dipastikan lebih baik agamanya seorang pelacur
yang tak pernah mempersoalkan keimanan orang lain.
Good
BalasHapus