By: Najibah Al-adawiyah Prodi PBSI semester V, Kru Lpm |
Hari ini sering hadir opini yang mengatakan bahwa kesadaran pemuda (Mahasiswa) Indonesia semakin merosot. Bahkan Tri Fungsi Agennya sudah mulai terlupakan, entah opini tersebut lahir untuk merekonstruksi pemahaman pemuda hari ini terlebih Mahasiswa, atau hanya untuk mengucilkan keberadaan dirinya yang sudah mulai lupa akan peranan yang sudah menjadi tanggung jawab. Peradaban mahasiswa pra kemerdekaan Indonesia selalu membuahkan hasil yang dikenal Revolusi. Hal itu tidak terjadi secara kebetulan atau tiba-tiba, namun penuh dengan adanya kajian secara mendalam yang dipenuhi semangat, dan hal itulah yang sampai saat ini disebut sebagai literasi.
Jika Soe Hoek Gie dalam sejarah perjalanannya mengatakan mengatakan lebih baik diasingkan daripada mengalah pada kemunafikan, maka hari ini semua itu akan berbalik arah. Karena realita yang terjadi, sembilan dari sepuluh pemuda lebih asik main gawai pintarnya daripada bersetubuh dengan buku-buku untuk membangun revolusi. Bahkan ironisnya banyak diantara para pemuda yang masih belum paham dengan revolusi itu sendiri, sehingga tidak heran jika banyak yang beranggapan bahwa revolusi yang dilakukan oleh mahasiswa hanya berbentuk demonstrasi dan kekerasan lainnya.
Dari beberapa hal tersebut dapat kita lihat bahwa paradigma miring tentang mahasiswa, ternyata tidak hanya lahir dari pandangan masyarakat awam. Akan tetapi juga lahir dari mahasiswa sendiri yang enggan untuk memahami tanggung jawabnya. Literasi yang lahir dari buku-buku dan dituangkan pada buku ternyata hanya mampu menjadi trend di tahun 90-an kebelakang, sedangkan hari ini literasi dilahirkan oleh "YouTube" dan dituangkan pada "Story WA". Maka jangan tersinggung para aktivis mengatakan hal itu sebagai literasi sebatas Story WA.
Mahasiswa atau yang lebih akrab disebut pemuda intelektual, biasanya selalu mencari tempat khusus untuk melakukan cangkrukan bareng seperti berdiskusi dan sebagainya, agar dapat memperoleh ide ataupun gagasan baru. Hal itu sudah sering dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, begitupun hari ini yang tidak sedikit tersedia tempat ngopi dengan fasilitas colokan listrik, WIFI, hingga menu kopinya dengan berbagai varian, sehingga tidak sedikit mahasiswa yang hadir pada tempat tersebut. Akan tetapi yang berbeda pada saat ini, mahasiswa yang hadir pada tempat demikian hanya untuk berselancar di dunia maya atau bahkan hanya untuk bermain game.
Maraknya pengaplikasian game dan dunia internet yang tersedia instant hari ini, menjadi salah satu penyebab dari merosotnya kekritisan mahasiswa. Hal itu dapat dilihat dari aktifitas kesehariannya. Pertama, seringkali mahasiswa memanfaatkan fasilitas WIFI dikampus hanya untuk bermain game, sehingga kegiatan diskusi sangat sulit untuk ditemukan. Kedua, pembuatan makalah sudah menjadi hal sepele, dikarenakan mudahnya berselancar di internet, sehingga mahasiswa tinggal "salin tempel" materi yang telah tersedia. Ketiga, tidak jarang dosen yang juga berbuat sedemikian rupa dalam menyiapkan dan memberikan materi pada mahasiswa, sehingga dari aktifitas tersebut maka lahirlah cendekiawan baru yang tidak dapat mempertanggung jawabkan argumentasinya. Jikalau sudah sedemikian maka tidak heran, saat mahasiswa hari ini yang menyebut dirinya sebagai generasi meleneal hanya mampu mengkritisi namun tidak transformatif.
Mahasiswa yang merupakan manusia berpendidikan, sejatinya harus memahami segala peranan dan tanggung jawab yang dimiliki, baik sebagai generasi perubahan, generasi pengetahuan, ataupun generasi sosial kontrol. Segala aspek tersebut hanya dapat tercapai apabila ada usaha untuk selalu berpikir dan mengimplementasikan hasil gagasannya. Sejalan dengan hal itu Aristoteles mengatakan (dalam Garvey), manusia yang berkeutamaan adalah seorang pemikir sempurna. Untuk itu agar dapat tercipta sosial yang berpendidikan maka perlu adanya kesadaran kesadaran karakter dalam berpikir, dan semua itu dapat dari pemudanya.
Kesadaran mahasiswa dalam bertindak dapat dijadikan cermin suatu negri, dan pemuda hari ini adalah pemimpin dihari esok. Oleh sebab itu dengan adanya peradaban yang dinamis, maka sangat perlu pula adanya rekonstruksi pemikiran mahasiswa agar benar-benar mengerti langkah dan sikap yang seharusnya dilakukan. Revolusi tidak hanya tentang perubahan secara keras ataupun demonstrasi, tapi revolusi juga dapat dilakukan dengan kesadaran diri sebagai penggerak suatu negri, maka dari itu semua akan terjawab jika para pemuda sadar akan pentingnya literasi.
Zzz
BalasHapus