Foto : Penulis
Kamu dan kertasku.
Membahasakanmu pada tulisan adalah kesukaanku, saat aku tak mampu untuk mengisahkanmu pada yang lain. Aku suka menulis tentangmu. Membisu, sendiri, itu menyiksa. Setidaknya berbagi dengan kertas terurai rasa yang membisu. Menjelma cerita merangkai kisah. Walau, sebuah kisah juga tak mengubah segalanya, itu mungkin saja, tapi tidak denganku, aku senang aku suka mengisahkanmu, aku suka menoreh namamu ditulisanku.
Pagi itu aku melihatmu berdiri tegak terlihat sosok yang memang aku nanti. Dari kejauhan wajahmu remang, se remang hatiku di hari itu. Aku menunggu kau menyapaku, kau malah hanya melewatiku. Aku menepi, menyendiri senyap dari keramaian. Bungkam dari gelak tawa. “ aira... kemana ?” sapa Tia temanku , “ ke atas” jawabku singkat.
Tak terasa buliran air mata menetes, segera kupercepat langkah... “aku rindu itu saja” jerit hatiku, sampai jua ku di atas ruang diskusi yang sepi, maklum teman-teman lebih suka di kantin dan di taman. Aku tak ingin berdiskusi, tapi aku menepi, di ruang diskusi yang sepi.
Kuraih buku tulis yang tebalnya melebihi tebal catatan harianku, aku tulis
Senin, 19 September 2020,
Pagi ini dia datang pagi, sepagi yang kuharap.Ia menyapaku.
Merekahkan senyum manis dari kedua bibirnya, semanis susu yang ku teguk di pagi tadi.
“Air... sudah mandi ?” lelucon mu padaku ?.. aku hanya diam,
”kau menjawab “ iya gak lah masak air mau mandi, hahahah”
Bercanda Ir, sambil menengok ke wajahku yang masih menunduk.
“aku gak marah “ kan emang air yang panjangnya.........
Panjangnya apa ?
Naura Aira Dini si cantik pinter..
Mulailah... udahlah sana masuk kelas entar telat.
Okay.. aku melangkah...
Aira... suaranya memanggilku...!!!
Aku menoleh...
Aku rindu kamu...
Aku diam...
Tapi.. bohong...
Dia hanya tertawa
Akupun senyum dibuatnya.
Aku suka memanipulasi dari pahit menjadi manis, semanis senyum nyatamu. Tahun tak baik jika ku tulis nyata, nyatanya hari ini masih 2017, nyata juga hari ini tak manis.
Meski aroma mu sekilas, tapi berbekas lama.
“Aira, “ suara Tia menepis sunyi ku, menutup senyumku.
“ada yang lagi bahagia ni.. “ ledek Tia.
Tia mencoba mengambil apa yang kucatatat.
“privasi ti”, jawabku.
Meski sebenarnya ada luka diatas senyum, meski nyatanya tak harus engkau tau.
Ini kisah tentangmu yang tidak akan ada rasa sakit, ini tentang bahagiamu, ini tentang bahagiaku. Engkau boleh tak memandangku, engkau boleh tak menyapaku, engkau boleh tidak tahu, bahwa aku rindu.
Aku suka membaca kembali kisah tentangmu dibukuku, saat malam tiba rinduku juga tiba. Saat rindu tiba aku buka, aku baca.
Di jalan....
Engakau melihatku, aku melihatmu..
Engkau mengajakku, aku menolak
“air... ini mau hujan, itu bukan gelap malam, itu gelap tandanya...
“Aku bareng Tia” jawabku
“Air.. aku tahu kamu gak akan khawatir basah, air kan gitu kalau ketemu air”
“terus...” jawabku memasang wajah marah.
“ya udah-udah maaf, aku serus Aira.... ayoo “
“tapi....”
“udah gak usah jawab, langsung bonceng, kalau gak mau aku doakan Tia makin lama malahan Tia nanti pulang sama sekar, kamu pulang sendiri “
Aku mengalah dan luluh akan opsinya, pulang sendiri itu gak enak, boring, plus sebenarnya aku senang diajak pulang tapi... ya sudahlah.
Dia memang suka memanggilku air, dia memang mengajakku waktu itu.
.
Sekali lagi aku katakan “ aku suka, kamu, kertas dan rindu ini”.
Meski kini jam menunjukkan larutnya malam , aku tak bosan membaca, kini ku buka lembar yang baru
Kamu menelponku..
“air..., kemana tadi, aku gak liat kamu ?”
“aku pulang duluan, kenapa?”
“gak papa , tadi bagas cari kamu..”
“bagas, apa kamu ? ledek ku”
“ya sebenarnya... “aku lagi.. hehehe
Kamu memang lucu, terkadang aku merasa kamu perhatiin aku, kamu hanyalah teman dan memang teman, tapi aku suka lucu mu.
Tapi ada apa denganmu di pagi tadi, aku menanti leluconmu, tak harus itu sih dengan kau menyapaku, itu lebih dari cukup.
Aku tulis dilembar yang masi kosong...
“kamu hanyalah irama yang aku nyanyikan tanpa musik
Kamu keinginan yang tak harus selalu nyata
KKamu dekat sedekat mata dan kelopak
Kamu adalah saksi bahagiaku
Aku adalah saksi maya mu
Aku adalah bukti rindu
Selamat malam saksi bisu, dan bukti tabu.
Seketika malam kini berlalu aku terlelap bersama dongeng tentang mu.
Pagi kini ku sambut, dengan segelas susu, sebatang tinta dan buku.
Ku tulis....
Cara ku bisa dibilang gila
tapi aku tak gila
cintaku juga tak gila
segila cerita Qais dan Laila
meski tak romantis
seromantis Romi dan Juli
Memahami mu lewat kata mengajariku arti keberhargaan dirimu, arti hadirmu, arti lucumu bahkan nikmat dan kejam rindu bersama kertas.
“ Aku suka semua tentangmu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar